Berita

Regulasi BPOM Terbaru 2025: Panduan Kepatuhan Farmasi & F&B

Regulasi BPOM Terbaru 2025: Panduan Kepatuhan Farmasi & F&B

Bagi para pemimpin di industri manufaktur farmasi dan pangan olahan (F&B) Indonesia, tahun 2025 bukanlah sekadar tahun bisnis biasa. Ini adalah tahun "badai regulasi yang sempurna".

Serangkaian peraturan baru yang komprehensif dari BPOM dan Kementerian Kesehatan akan mulai berlaku, menciptakan gelombang kepatuhan yang masif. Ini bukan lagi sekadar pembaruan minor yang bisa ditangani oleh departemen Quality Control (QC).

Konvergensi dari berbagai mandat ini mulai dari serialisasi unit-level hingga ketertelusuran bahan baku, telah memindahkan tanggung jawab kepatuhan dari lantai pabrik ke meja rapat dewan direksi. Mengapa? Karena risiko ketidakpatuhan bukan lagi denda administratif, melainkan penghentian operasi bisnis.   

Artikel ini adalah panduan strategis untuk para eksekutif dan manajer operasional guna memahami apa yang akan datang, apa risikonya, dan bagaimana menyusun peta jalan untuk bertahan dan bertransformasi.

Baca Juga: Integrasi Lean Manufacturing & Industri 4.0 Indonesia [2025]

"Badai Regulasi" 2025: Empat Pilar Kepatuhan Baru

Tantangan utamanya bukan satu peraturan, tetapi konvergensi dari setidaknya empat mandat utama yang tumpang tindih dan menuntut sumber daya IT, operasional, dan finansial secara bersamaan.

1. Mandat Serialisasi Farmasi (PerBPOM 22/2022)

Ini adalah tantangan anti-pemalsuan yang paling signifikan. Peraturan ini  mewajibkan implementasi barcode 2D (GS1 DataMatrix) untuk otentikasi.   

  • Apa Artinya: Produsen obat resep harus mampu mencetak nomor seri unik pada setiap unit produk.
  • Tantangan Tersembunyi: BPOM juga mendorong "sistem agregasi", yaitu proses digital untuk menghubungkan data serial dari unit individu ke karton, lalu ke palet. Ini adalah tantangan data yang kompleks.   
  • Deadline: Implementasi bertahap dimulai dari 7 Desember 2025 untuk produk risiko tinggi (narkotika, psikotropika) dan 7 Desember 2027 untuk semua obat resep.   

2. Mandat Traceability Pangan (PerBPOM 22/2025)

Untuk industri F&B, ini adalah lompatan besar dari regulasi recall (penarikan produk) yang reaktif menjadi mandat traceability (ketertelusuran) yang proaktif.   

  • Apa Artinya: Perusahaan F&B wajib memiliki sistem digital yang mampu melacak bahan baku dari pemasok (hulu) hingga produk jadi ke distributor (hilir).   
  • Aturan Kritis: Regulasi ini menetapkan dua kewajiban berat:
    (1) Kewajiban menyimpan data ketertelusuran "minimal sama dengan masa kedaluwarsa produk".
    (2) Kewajiban melakukan "simulasi ketertelusuran" (uji recall) minimal satu kali setahun.   

3. Mandat Manufaktur Halal (Permenkes 3/2024)

Sebagai pelaksana UU Jaminan Produk Halal, peraturan Kemenkes ini untuk pertama kalinya memberikan pedoman teknis operasional tentang bagaimana cara memproduksi obat dan produk biologi yang halal.   

  • Apa Artinya: Manufaktur kini memiliki panduan hukum yang jelas tentang pemisahan baik secara fisik maupun sistemik antara bahan, proses, dan produk jadi yang halal dan non-halal. Ini berdampak langsung pada alur produksi dan sourcing bahan baku.   

4. Standar CPOB Produk Steril (PerBPOM 7/2025)

Regulasi ini mengadopsi standar internasional PIC/S GMP terbaru dan memperketat aturan pembuatan produk steril.   

  • Apa Artinya: BPOM kini mewajibkan setiap fasilitas untuk mengembangkan dan memelihara "Strategi Pengendalian Kontaminasi" (CCS) yang formal dan berbasis manajemen risiko. Ini mendorong penggunaan teknologi modern dan menuntut integritas data yang lebih tinggi di seluruh proses.   

Implikasi Bisnis: Risiko, Biaya, dan Sinergi Strategis

Kegagalan melihat koneksi antara empat pilar ini adalah risiko terbesar. Mengapa ini menjadi isu C-Suite?

1. Risiko Non-Kepatuhan = Ancaman Eksistensial

Kita tidak lagi berbicara tentang denda. Kita berbicara tentang penghentian bisnis.

  • Untuk Farmasi: Krisis Etilen Glikol (EG) / Dietilen Glikol (DEG) tahun 2022 adalah studi kasus yang sempurna. Akibat kegagalan traceability dan kualifikasi bahan baku, BPOM memberikan sanksi terberat: penghentian produksi dan pencabutan sertifikat CPOB. Ini adalah "hukuman mati" bagi sebuah pabrik farmasi.   
  • Untuk F&B: PerBPOM 22/2025 yang baru secara eksplisit memperluas sanksi, mencakup denda, penangguhan layanan, hingga pencabutan izin. Regulasi ini juga mewajibkan pengungkapan publik (mandatory public disclosure) untuk recall berisiko tinggi, yang dapat menghancurkan reputasi merek dalam hitungan jam.   

2. Implikasi Sistem dan Biaya (CAPEX)

Sistem manual, logbook kertas, dan spreadsheet Excel sudah mati. Kepatuhan 2025 tidak mungkin dicapai dengan sistem yang terfragmentasi.

Mandat-mandat ini menuntut volume data (miliaran nomor serial), kecepatan (uji recall instan), dan integritas (jaminan halal). Ini adalah mandat berbasis data yang membutuhkan investasi modal (CAPEX) signifikan dalam infrastruktur teknologi inti.   

Perusahaan harus meng-upgrade atau mengimplementasikan sistem Enterprise Resource Planning (ERP)Manufacturing Execution Systems (MES), dan Warehouse Management Systems (WMS) yang terintegrasi.   

3. Sinergi Strategis: Satu Investasi untuk Dua Mandat

Inilah kabar baiknya. Perusahaan yang bijak dapat memanfaatkan ini sebagai efisiensi strategis. Sistem yang Anda butuhkan untuk mematuhi Traceability Pangan (PerBPOM 22/2025) pada dasarnya identik dengan sistem yang Anda butuhkan untuk Jaminan Halal (Permenkes 3/2024).

  • Keduanya membutuhkan kemampuan untuk melacak batch bahan baku dari pemasok.   
  • Keduanya mengharuskan pemantauan proses produksi untuk mencegah kontaminasi silang.   
  • Keduanya menuntut pencatatan data yang terintegrasi hingga ke produk jadi.

Daripada membangun dua sistem kepatuhan yang terpisah, Anda dapat mengimplementasikan satu sistem ERP/MES terintegrasi yang memiliki modul Traceability dan Halal Compliance. Ini mengubah dua beban kepatuhan menjadi satu proyek transformasi digital tunggal.   

Baca Juga: Studi Kasus PT Diamond Cold Storage

Peta Jalan Implementasi Strategis: 3 Langkah Awal

Menghadapi deadline yang semakin dekat (terutama untuk F&B dan produk narkotika/ psikotropika, perusahaan tidak bisa lagi menunggu.

  1. Langkah 1 (Segera): Bentuk Gugus Tugas Lintas Fungsi. 
    Kepatuhan bukan lagi hanya tugas QA/QC. Bentuk tim yang melibatkan pimpinan dari IT, Operasi, Rantai Pasok, dan Keuangan. Ini adalah proyek bisnis, bukan hanya proyek kepatuhan.
  2. Langkah 2: Lakukan Gap Analysis Cepat. 
    Lakukan audit jujur: "Sistem apa yang kita miliki sekarang?" versus "Data apa yang diminta oleh regulasi baru?" Identifikasi kesenjangan terbesar dalam arsitektur ERP, WMS, dan lini produksi Anda.
  3. Langkah 3: Prioritaskan Investasi & Pilih Vendor. 
    Buat peta jalan teknologi. Saat memilih vendor (baik untuk software ERP/MES atau perangkat keras lini produksi), jangan hanya fokus pada harga. Fokuslah pada kemampuan integrasi dan rekam jejak yang terbukti dalam kepatuhan di Indonesia.

Kesimpulan: Kepatuhan sebagai Akselerator Transformasi

"Badai regulasi" 2025 ini memang tampak menakutkan. Namun, pada intinya, BPOM dan Kemenkes memberikan justifikasi anggaran yang jelas bagi Dewan Direksi untuk melakukan modernisasi teknologi yang seharusnya sudah dilakukan bertahun-tahun lalu.

Perusahaan yang memandang ini sebagai beban biaya semata akan berjuang untuk bertahan.

Namun, perusahaan yang melihat ini sebagai proyek transformasi digital strategis - sebuah kesempatan untuk mengkonsolidasikan sistem, mendapatkan visibilitas real-time atas rantai pasok, dan melindungi merek mereka - akan muncul sebagai pemimpin pasar yang lebih kuat, lebih efisien, dan lebih tangguh di era baru manufaktur Indonesia.

Konsultasi Teknis 1:1 dengan Tim Lokal

Bahas arsitektur ERP–MES–WMS Anda dan integrasi yang dibutuhkan.
 Jadwalkan Konsultasi Gratis

 

Artikel yang mungkin Anda suka

Whatsapp Us